Etika Berbisnis Nabi Muhammad SAW yang Patut Dicontoh

Nabi Muhammad SAW bukan sebatas bicara, tapi dia juga mempraktikannya sendiri. Istilah kerennya Beliau sosok yang walk the talk dalam berdagang.

EKBIS

Tony B

9/29/20252 min read

Foto: Republika Online

Jakarta, 29 September – Bagi Umat Islam di seluruh dunia Nabi Muhammad SAW adalah suri tauladan terbaik. Seluruh aspek kehidupannya patut ditiru, termasuk sosoknya sebagai pedagang (pebisnis). Nabi Muhammad punya karakter yang kuat untuk menjadi pebisnis sukses. Oleh masyarakat Arab Nabi Muhammad SAW mendapat julukan Al-Amin (orang yang dapat dipercaya). Bahkan julukan ini disematkan masyarakat Arab sebelum Beliau diangkat menjadi Rosul.

Nabi Muhammad SAW sangat menghormati profesi pedagang. Suatu ketika Beliau ditanya tentang usaha yang paling baik. Beliau menjawab: “Usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang halal.” (hadis Riwayat Rifa’ah bin Rafi).

Nabi Muhammad bukan sebatas bicara, tapi dia juga mempraktikannya sendiri. Istilah kerennya Beliau sosok yang walk the talk dalam berdagang.

Sejak belia, ketika Beliau berusia sekitar 12 tahun, sudah belajar berdagang dengan diajak berdagang ke negeri Syam oleh pamannya Abu Thalib. Awalnya Nabi Muhammad SAW ingin berangkat sendiri ke negeri Syam, namun karena Abu Thalib merasa Beliau masih terlalu muda, akhirnya dia mendampaingi Nabi Muhammad SAW. Abu Thalib mau mengajak Nabi berdagang ke Syam karena kejujuran dan kecerdasan keponakannya itu.

Ketika menginjak usia 20 tahunan, dengan modal kejujuran dan kecerdasannya Nabi ditunjuk jadi mitra dagang Khadijah. Khadijah yang merupakan sosok saudagar besar pada masanya kelak menjadi istri Nabi Muhammad SAW. Selama menjadi mitra dagang Khadijah, Nabi Muhammad selalu berhasil meraup keuntungan besar yang tidak pernah dicapai seorang pun sebelumnya.

Dalam berbisnis Nabi Muhammad SAW selalu menjunjung tinggi kejujuran, keadilan, dan transparansi. Beliau melarang praktik bisnis yang merugikan seperti penipuan, tipu daya, dan riba. Nabi Muhammad juga menekankan pentingnya mendapatkan keuntungan halal dan menjaga integritas dalam setiap transaksi.

“Janganlah ada orang yang menjual atas penjualan saudaranya, dan tidak boleh pula seseorang meminang khitbah saudaranya, kecuali ia mempunyai izin untuk itu.” (HR Muslim no. 1412)

Dari hadis tersebut kita diingatkan Beliau untuk tidak menerima kesepakatan bisnis dari seseorang yang telah melakukan kesepakatan bisnis dengan orang lain.

Dalam hadis lain Beliau menyatakan: “Penjual dan pembeli masing-masing mempunyai hak untuk memilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur ​​dan terus terang satu sama lain, maka keduanya akan diberkahi dalam bertransaksi. Sebaliknya, jika mereka saling berbohong dan menyembunyikan, maka mereka kehilangan keberkahan dalam bertransaksi” (Muttafaqun ‘alaih. HR Bukhari no. 2079 dan Muslim no. 1532).

Hadis tersebut menegaskan, bahwa etika bisnis yang dikedepankan adalah kejujuran dan kejelasan dalam akad bisnis, yang keduanya juga merupakan sumber keberkahan dalam berbisnis. Hal lain yang juga disebutkan adalah kebolehan khiyar sebagai kesempatan bagi kedua belah pihak untuk meninjau kembali transaksi tersebut.

Mari kita simak hadis lainnya: “Semoga Allah merahmati orang yang mudah dalam menjual, membeli, dan menuntut haknya.” (HR. Bukhari, no. 1970)

Hadis ini menjelaskan etika bisnis Nabi Muhammad lainnya, yaitu memberikan kelonggaran dalam bertransaksi baik dari segi harga, toleransi kualitas barang, dan jangka waktu pembayaran atau pelaksanaan kewajiban.

Tak kalah pentingnya, pebisnis/pedagang mesti bersedekah. “Wahai para pedagang, dalam jual beli terdapat kelalaian dan sumpah, maka sucikanlah keduanya dengan sedekah.” (HR. Tirmidzi, no. 1208, Abu Daud, no. 3326, Nasai, no. 3797, Ibnu Majah, no. 2145. Disahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud).

Para pedagang/pebisnis sangat dianjurkan untuk memperbanyak sedekah sebagai upaya menutupi dosa-dosa yang mereka perbuat selama berdagang, baik disadari atau tidak, seperti bersumpah palsu, mengabaikan waktu shalat, melebih-lebihkan dalam berpromosi, dan sebagainya.

Dalam konteks saat ini, pedagang dan pebisnis harus rela menyisihkan keuntungannya untuk dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk program CSR atau program ESG. Tentunya bagi pedagang Muslim mereka juga harus tetap berzakat dan bentuk sedekah lainnya.

Referensi:

- Muhammad Husain Haikal, Sirah Muhammad, Meneladani Jejak-jejak Kehidupan Sang Rasul

- https://blog.zeedsharia.com